Minggu, 02 Desember 2012

AKIBAT DARI PERTAMBANGAN TERHADAP LINGKUNGAN

Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.

Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).

Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan.

Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.

Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.

Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.

Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.

Alternatif Solusi

Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.

Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.

Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.

Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.

SUMBER:
http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2010/09/03/72/Dampak-Negatif-KegiatanPertambangan-pada-Lingkungan

Senin, 19 November 2012

PENAMBANGAN LIAR DI SUKABUMI


Kasus penamangan liar sudah banyak terjadi di sekitar kita. Kini dalam blog saya kali ini saya akan membahas mengenai penambangan liar tersebut. Salah satu contohnya di sukabumi.
Kegiatan penambangan liar di wilayah Kabupaten Sukabumi, termasuk penambangan emas, kian marak. Akibatnya, penambangan itu menimbulkan dampak lingkungan bagi daerah di lokasi penambangan. Apalagi, lubang bekas penambangan tidak pernah direklamasi.
Kegiatan penambangan tanpa izin, menurut pemerhati lingkungan hidup di daerah itu, Endang Lukman, selain merusak lingkungan juga membahayakan jiwa penambang. Sebab, pengetahuan teknis penambang liar sangat terbatas dan tidak ada pengawasan dari dinas terkait.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan, menurutnya, menyebutkan perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya. Perusakan itu mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

Salah satu ancaman perusakan lingkungan, disebutkan Endang, adalah erosi yaitu proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau gaya gravitasi. Proses itu melalui tiga tahapan yakni pelepasan, pengangkutan atau pergerakan, dan pengendapan. "Jadi, proses ini bisa mempercepat terjadinya longsor," ujarnya kepada Suara Karya di Sukabumi kemarin.

Hal senada diungkapkan anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, Iman Adinugraha. Menurut dia, kegiatan penambangan liar sebenarnya sudah dibahas di DPRD setempat. Tapi, sejauh ini kegiatan penambangan liar itu, termasuk tambang emas, masih saja terjadi di sejumlah lokasi.
Padahal, diungkapkannya, kegiatan penambangan liar itu sudah menelan korban jiwa. Dua penambang emas di Cigaru, Kecamatan Ciemas, yang sedang melakukan penambangan tewas seketika tertimbun tanah longsor. Jadi, kegiatan penambangan liar tidak bisa dibiarkan terus berlangsung.

"Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan kepolisian harus segera menghentikan kegiatan penambangan liar. Selain itu, kami juga minta agar segala praktik pungutan liar dalam kegiatan penambangan liar maupun yang memiliki izin diusut tuntas," kata Iman.
Berdasarkan informasi yang diterima Iman, aktor intelektual pungli itu mendapat aliran dana anggaran 30 persen dari hasil tambang. Katanya, itu untuk anggaran koordinasi. (Heddi Suhaedi) 







Aktivitas Penambang Emas Liar di Lombok Kian Marak



Aktivitas pertambangan liar di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, Provinsi Nusa Teggara Barat, hingga saat ini semakin marak. Penambang bahkan menggali aspal jalan di Dusun Rambut Petung Desa Pelangan. “Aksi para penambang liar sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Tapi tidak ada tindakan pemerintah,” kata Made, 35 tahun, warga Desa Pelangan, Minggu, 12 Februari 2012.

Pada awalnya, penambang hanya melakukan penggalian di pegunungan. Namun mereka memperluas areal penggaliannya hingga ke badan jalan karena menduga terdapat bebatuan yang mengandung emas.

Berdasarkan pantauan sejumlah wartawan, termasuk Tempo, sedikitnya terdapat tujuh lokasi lubang di jalan tersebut. Setiap lubang berdiameter dua hingga tiga meter dengan kedalaman yang beragam. Mereka tak mempedulikan kehadiran wartawan karena mereka tetap sibuk dengan aktivitasnya. Batu hasil galian diangkat dan dilebur kembali di bawah tenda yang sudah mereka siapkan.

Jalan di Dusun Rambut Petung merupakan satu-satunya akses menuju kawasan wisata Mekaki yang terkenal dengan pasir putih dan ketenangan pantainya. Karena itu, kerusakan jalan akibat aktivitas penambang liar tersebut dikeluhkan wisatawan. ”Jalannya menanjak, berlubang pula. Malu kami pada wisatawan yang kami bawa,” ujar seorang pemandu wisata.

Berdasarkan data Tempo, aktivitas penambangan liar mulai marak di Sekotong sejak empat tahun lalu. Selain di Dusun Rambut Petung, Desa Pelangan, sasaran penambangan liar juga di Desa Kedaro dan Desa Tembowong.

Data Dinas Pertambangan Lombok Barat menyebutkan emas, perak, dan tembaga terdapat di wilayah Bukit Mesanggah dan Pelangan, Gunung Batu Montor, yang meliputi Dusun Lendang Bare, Tugu Lawang, dan Pondok Ganjar, Desa Buwung Mas.

Kadar emasnya mencapai 23 karat, cadangan 1.685.734 ton atau 2,69 gram per ton. Namun belum diketahui luas arealnya.

Di kawasan Sekotong juga terpendam kekayaan alam lainnya, seperti Batu Andesit untuk bahan bangunan dengan cadangan 3.503.383 meter kubik pada areal seluas 14.981 hektare, yang tersebar di wilayah Labuanpoh, Ketapang, dan Berambang.

Para penambang tidak hanya berasal dari sekitar Sekotong, melainkan juga dari luar daerah. Mereka melakukan penambangan secara manual.

Kepala Dinas Pertambangan Lombok Barat, Ranu, menolak dikatakan pihaknya gagal menertibkan aktivitas para penambang liar tersebut. Selain melakukan penertiban, juga dilangsungkan pelatihan bagi para penambang berkaitan dengan rencana pembukaan areal pertambangan rakyat. ”Kami persiapkan mereka terlibat dalam pertambangan rakyat,” ucapnya.

Aktivitas penambangan liar juga dikeluhkan para nelayan di Desa Gili Gede Indah, Kecamatan Sekotong. Sebab, limbah dari penambangan emas itu mengalir melalui beberapa anak sungai yang bermuara di perairan Gili Gede.

Farhan dari Lembaga Pengawasan dan Pelestarian Laut (LPPL) Sekotong mengatakan, sejak dua tahun terakhir, hasil tangkapan nelayan terus merosot. Diduga limbah tambang telah mencemari air laut. ”Pemerintah harus bertindak tegas. Laut di sini menjadi sumber kehidupan para nelayan,” tuturnya.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Lombok Barat, Nyoman Sembah, juga mengkhawatirkan dampak pemakaian mercury secara bebas oleh penambang di Sekotong. Limbah mercury kemudian bercampur air dan dibiarkan mengalir melalui sungai menuju pantai. “Meskipun mereka ilegal, tetap kita dorong untuk melakukan pengolahan batu emas dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan,” ujarnya.


PENAMBANGAN BATU BARA YANG BAIK



Mungkin kalau kita menjelaskan proses penambangan secara umum agak susah karena setiap bahan galian memiliki cara-cara tersendiri dalam tahap ekplorasi, eksploitasi atau yang lainnya, maka dari itu saya mencoba untuk berbagi kepada rekan-rekan sekalian tahap Penambangan Batu bara, supaya langsung menuju kesasarannya. Mungkin untuk tahap-tahap penambangan bahan galian yang lain tidak jauh berbeda




TAHAPAN PENAMBANGAN BATUBARA

 






Tahapan kegiatan penambangan batubara yang diterapkan untuk tambang terbuka adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
Kegiatan ini merupakan kegiatan tambahan dalam tahap penambangan. Kegiatan ini bertujuan mendukung kelancaran kegiatan penambangan. Pada tahap ini akan dibangun jalan tambang (acces road), stockpile, dll.
2. Pembersihan lahan (land clearing)
Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran besar. Alat yang biasa digunakan adalah buldozer ripper dan dengan menggunakan bantuan mesin potong chainsaw untuk menebang pohon dengan diameter lebih besar dari 30 cm.
3. Pengupasan Tanah Pucuk (top soil)
Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk menyelamatkan tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih mempunyai unsur tanah yang masih asli, sehingga tanah pucuk ini dapat diguanakan dan ditanami kembali untuk kegiatan reklamasi.
Tanah pucuk yang dikupas tersebut akan dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara atau langsung di pindahkan ke timbunan. Hal tersebut bergantung pada perencanaan dari perusahaan.
4. Pengupasan Tanah Penutup (stripping overburden)
Bila material tanah penutup merupakan material lunak (soft rock) maka tanah penutup tersebut akan dilakukan penggalian bebas. Namun bila materialnya merupakan material kuat, maka terlebih dahulu dilakukan pembongkaran dengan peledakan (blasting) kemudian dilakukan kegiatan penggalian. Peledakan yang akan dilakukan perlu dirancang sedemikian rupa hingga sesuai dengan produksi yang diinginkan.
5. Penimbunan Tanah Penutup (overburden removal)
Tanah penutup dapat ditimbun dengan dua cara yaitu backfilling dan penimbunan langsung. Tanah penutup yang akan dijadikan material backfilling biasanya akan ditimbun ke penimbunan sementara pada saat taambang baru dibuka.
6. Penambangan Batubara (coal getting)

Untuk melakukan penambangan batubara (coal getting) itu sendiri, terlebih dahulu dilakukan kegiatan coal cleaning. Maksud dari kegiatan coal cleaning ini adalah untuk membersihkan pengotor yang berasal dari permukaan batubara (face batubara) yang berupa material sisa tanah penutup yang masih tertinggal sedikit, serta pengotor lain yang berupa agen pengendapan (air permukaan, air hujan, longsoran). Selanjutnya dilakukan kegiatan coal getting hingga pemuatan ke alat angkutnya. Untuk lapisan batubara yang keras, maka terlebih dahulu dilakukan penggaruan.
7. Pengangkutan Batubara ke (coal hauling)
Setelah dilakukan kegiatan coal getting, kegiatan lanjutan adalah pengangkutan batubara (coal hauling) dari lokasi tambang (pit) menuju stockpile atau langsung ke unit pengolahan.
8. Pengupasan parting (parting removal)
Parting batubara yang memisahkan dua lapisan atau lebih batubara peerlu dipindahkan agar tidak mengganggu dalam penambangan batubara.
9. Backfilling (dari tempat penyimpanan sementara)
Tanah penutup maupun tanah pucuk yang sebelumnya disimpan di tempat penyimpanan sementara akan diangkut kembali ke daerah yang telah tertambang (mined out). Kegiatn ini dimaksudkan agar pit bekas tambang tidak meninggalkan lubang yang besar dan digunakan untuk rehabilitasi lahan pasca tambang.
10. Perataan dan Rehabilitasi Tanah (spreading)
Terdiri dari pekerjaan penimbunan, perataan, pembentukan, dan penebaran tanah pucuk diatas disposal overburden yang telah di backfilling, agar daerah bekas tambang dapat ditanami kembali untuk pemulihan lingkungan hidup (reclamation).
11. Penghijauan (reclamation)
Merupakan proses untuk penanaman kembali lahan bekas tambang, dengan tanaman yang sesuai atau hampir sama seperti pada saat tambang belum dibuka.
12. Kontrol (monitoring)
Kegiatan ini ditujukan untuk pemantauan terhadap aplikasi rencana awal penambangan. kontrol akan dilakukan terhadap lereng tambang, timbunan, ataupun lingkungan, baik terhadap pit yang sedang aktif maupun pit yang telah ditambang.
Mungkin hanya sekian dari saya kali ini, semoga bermanfaat untuk rekan-rekan semua. Apa bila terdapat kesalahan saya mohon maaf, maklum lagi capek ni, banyak tugas.