Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak
ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk
pencemaran air, tanah dan udara.
Pencemaran lingkungan adalah
suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan
(tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran
benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam
berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga
mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula
(Susilo, 2003).
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata
(Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang
berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang
tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya
dan beracun) yang mencemari lingkungan.
Sebagai contoh, pada
kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan
dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media
untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka
penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat
dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan
jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan
yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan
pemurnian emas.
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang
dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan
tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih
banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah
konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan
penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil
kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk
penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali
batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke
processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing
dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti
memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah tailing
merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan
pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas
biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara
lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil
penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya
beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg),
Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing
adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3).
Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic).
Unsur ini bila bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia
menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak sebagai
katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap
ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya
beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika
terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri
bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang
terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya.
Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya
kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem
syaraf.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan
upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang
berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan
merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
Alternatif Solusi
Pencegahan
pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup
oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya. Dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site
adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih
mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan
kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah
tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan
di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke
bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari
bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah.
Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua,
bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan
untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang
beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.
Keempat,
perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam
menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum
dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu
dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi
dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya, bukan
sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
Kelima,
penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu
dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko
kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.
SUMBER:
http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2010/09/03/72/Dampak-Negatif-KegiatanPertambangan-pada-Lingkungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar