Aktivitas pertambangan liar di Kecamatan Sekotong,
Lombok Barat, Provinsi Nusa Teggara Barat, hingga saat ini semakin marak.
Penambang bahkan menggali aspal jalan di Dusun Rambut Petung Desa Pelangan. “Aksi
para penambang liar sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Tapi tidak ada
tindakan pemerintah,” kata Made, 35 tahun, warga Desa Pelangan, Minggu, 12
Februari 2012.
Pada awalnya, penambang hanya melakukan penggalian di pegunungan. Namun mereka memperluas areal penggaliannya hingga ke badan jalan karena menduga terdapat bebatuan yang mengandung emas.
Berdasarkan pantauan sejumlah wartawan, termasuk Tempo, sedikitnya terdapat tujuh lokasi lubang di jalan tersebut. Setiap lubang berdiameter dua hingga tiga meter dengan kedalaman yang beragam. Mereka tak mempedulikan kehadiran wartawan karena mereka tetap sibuk dengan aktivitasnya. Batu hasil galian diangkat dan dilebur kembali di bawah tenda yang sudah mereka siapkan.
Jalan di Dusun Rambut Petung merupakan satu-satunya akses menuju kawasan wisata Mekaki yang terkenal dengan pasir putih dan ketenangan pantainya. Karena itu, kerusakan jalan akibat aktivitas penambang liar tersebut dikeluhkan wisatawan. ”Jalannya menanjak, berlubang pula. Malu kami pada wisatawan yang kami bawa,” ujar seorang pemandu wisata.
Berdasarkan data Tempo, aktivitas penambangan liar mulai marak di Sekotong sejak empat tahun lalu. Selain di Dusun Rambut Petung, Desa Pelangan, sasaran penambangan liar juga di Desa Kedaro dan Desa Tembowong.
Data Dinas Pertambangan Lombok Barat menyebutkan emas, perak, dan tembaga terdapat di wilayah Bukit Mesanggah dan Pelangan, Gunung Batu Montor, yang meliputi Dusun Lendang Bare, Tugu Lawang, dan Pondok Ganjar, Desa Buwung Mas.
Kadar emasnya mencapai 23 karat, cadangan 1.685.734 ton atau 2,69 gram per ton. Namun belum diketahui luas arealnya.
Di kawasan Sekotong juga terpendam kekayaan alam lainnya, seperti Batu Andesit untuk bahan bangunan dengan cadangan 3.503.383 meter kubik pada areal seluas 14.981 hektare, yang tersebar di wilayah Labuanpoh, Ketapang, dan Berambang.
Para penambang tidak hanya berasal dari sekitar Sekotong, melainkan juga dari luar daerah. Mereka melakukan penambangan secara manual.
Kepala Dinas Pertambangan Lombok Barat, Ranu, menolak dikatakan pihaknya gagal menertibkan aktivitas para penambang liar tersebut. Selain melakukan penertiban, juga dilangsungkan pelatihan bagi para penambang berkaitan dengan rencana pembukaan areal pertambangan rakyat. ”Kami persiapkan mereka terlibat dalam pertambangan rakyat,” ucapnya.
Aktivitas penambangan liar juga dikeluhkan para nelayan di Desa Gili Gede Indah, Kecamatan Sekotong. Sebab, limbah dari penambangan emas itu mengalir melalui beberapa anak sungai yang bermuara di perairan Gili Gede.
Farhan dari Lembaga Pengawasan dan Pelestarian Laut (LPPL) Sekotong mengatakan, sejak dua tahun terakhir, hasil tangkapan nelayan terus merosot. Diduga limbah tambang telah mencemari air laut. ”Pemerintah harus bertindak tegas. Laut di sini menjadi sumber kehidupan para nelayan,” tuturnya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Lombok Barat, Nyoman Sembah, juga mengkhawatirkan dampak pemakaian mercury secara bebas oleh penambang di Sekotong. Limbah mercury kemudian bercampur air dan dibiarkan mengalir melalui sungai menuju pantai. “Meskipun mereka ilegal, tetap kita dorong untuk melakukan pengolahan batu emas dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan,” ujarnya.
Pada awalnya, penambang hanya melakukan penggalian di pegunungan. Namun mereka memperluas areal penggaliannya hingga ke badan jalan karena menduga terdapat bebatuan yang mengandung emas.
Berdasarkan pantauan sejumlah wartawan, termasuk Tempo, sedikitnya terdapat tujuh lokasi lubang di jalan tersebut. Setiap lubang berdiameter dua hingga tiga meter dengan kedalaman yang beragam. Mereka tak mempedulikan kehadiran wartawan karena mereka tetap sibuk dengan aktivitasnya. Batu hasil galian diangkat dan dilebur kembali di bawah tenda yang sudah mereka siapkan.
Jalan di Dusun Rambut Petung merupakan satu-satunya akses menuju kawasan wisata Mekaki yang terkenal dengan pasir putih dan ketenangan pantainya. Karena itu, kerusakan jalan akibat aktivitas penambang liar tersebut dikeluhkan wisatawan. ”Jalannya menanjak, berlubang pula. Malu kami pada wisatawan yang kami bawa,” ujar seorang pemandu wisata.
Berdasarkan data Tempo, aktivitas penambangan liar mulai marak di Sekotong sejak empat tahun lalu. Selain di Dusun Rambut Petung, Desa Pelangan, sasaran penambangan liar juga di Desa Kedaro dan Desa Tembowong.
Data Dinas Pertambangan Lombok Barat menyebutkan emas, perak, dan tembaga terdapat di wilayah Bukit Mesanggah dan Pelangan, Gunung Batu Montor, yang meliputi Dusun Lendang Bare, Tugu Lawang, dan Pondok Ganjar, Desa Buwung Mas.
Kadar emasnya mencapai 23 karat, cadangan 1.685.734 ton atau 2,69 gram per ton. Namun belum diketahui luas arealnya.
Di kawasan Sekotong juga terpendam kekayaan alam lainnya, seperti Batu Andesit untuk bahan bangunan dengan cadangan 3.503.383 meter kubik pada areal seluas 14.981 hektare, yang tersebar di wilayah Labuanpoh, Ketapang, dan Berambang.
Para penambang tidak hanya berasal dari sekitar Sekotong, melainkan juga dari luar daerah. Mereka melakukan penambangan secara manual.
Kepala Dinas Pertambangan Lombok Barat, Ranu, menolak dikatakan pihaknya gagal menertibkan aktivitas para penambang liar tersebut. Selain melakukan penertiban, juga dilangsungkan pelatihan bagi para penambang berkaitan dengan rencana pembukaan areal pertambangan rakyat. ”Kami persiapkan mereka terlibat dalam pertambangan rakyat,” ucapnya.
Aktivitas penambangan liar juga dikeluhkan para nelayan di Desa Gili Gede Indah, Kecamatan Sekotong. Sebab, limbah dari penambangan emas itu mengalir melalui beberapa anak sungai yang bermuara di perairan Gili Gede.
Farhan dari Lembaga Pengawasan dan Pelestarian Laut (LPPL) Sekotong mengatakan, sejak dua tahun terakhir, hasil tangkapan nelayan terus merosot. Diduga limbah tambang telah mencemari air laut. ”Pemerintah harus bertindak tegas. Laut di sini menjadi sumber kehidupan para nelayan,” tuturnya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Lombok Barat, Nyoman Sembah, juga mengkhawatirkan dampak pemakaian mercury secara bebas oleh penambang di Sekotong. Limbah mercury kemudian bercampur air dan dibiarkan mengalir melalui sungai menuju pantai. “Meskipun mereka ilegal, tetap kita dorong untuk melakukan pengolahan batu emas dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar